2 C
New York
Thursday, December 26, 2024

Buy now

spot_img

Kisah Anak Nelayan FAKFAK Yang Jadi Kowad Berprestasi

Selama berkarier dalam dunia militer di Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad), Sersan Kepala (Serka) Maria Risaputty Hindom, banyak mengukir prestasi membanggakan untuk Indonesia di event nasional maupun internasional.
Lahir dan besar dari keluarga sederhana, semasa kecil Maria sebenarnya hidup berdampingan dengan para prajurit TNI AD. Walau ayahnya, Godlief Ferdinand Risaputty, hanya seorang nelayan di Fakfak. Tapi ibunya, Hermina Hindom, merupakan seorang pegawai negeri sipil di lingkungan Komando Distrik Militer 1803 Fakfak, Papua Barat.
Maria yang merupakan anak ketiga dari enam bersaudara ini, sebenarnya sama sekali tak berniat jadi seorang Kowad, prajurit TNI. Tapi ketika duduk di bangku SMA Negeri 1 Fakfak, perempuan peranakan Papua-Maluku itu mulai berpikir agar setelah lulus SMA tak menyusahkan kedua orang tuanya. Sebab saat itu, kondisi ekonomi keluarganya memang pas-pasan dan tak mungkin lanjut kuliah.
“Saat itu, ayah saya hanya seorang nelayan dengan penghasilan apa adanya dan ibu saya hanya seorang PNS Kodim 1803 Fakfak. Sementara saya memiliki enam bersaudara yang juga pasti membutuhkan biaya pendidikan,” ungkap Maria
Ketika ada informasi penerimaan Calon Bintara Prajurit Karier TNI AD pada Kodam XVII Cenderawasih di Provinsi Papua, perempuan kelahiran 20 Maret 1989 ini pun meminta restu dari kedua orang tuanya dan memutuskan mengikuti tes itu.
Tapi sayang, saat tes pertama setelah lulus SMA pada 2006, Maria tak lulus. Sehingga dia harus menganggur setahun. Namun di tahun 2008̉, perempuan kelahiran Fakfak, Papua Barat itu kembali ikuti tes dan akhirnya terpilih, sehingga resmi bergabung di Kowad.
Setelah mendengar kabar tentang kelulusan ini, Maria mengaku bahagia lantaran dari 75 peserta yang dipilih mengikuti Pantau Akhir (Pantukhir) dalam tes, hanya 8 orang yang terpilih, ia termasuk salah satunya. Namun tak hanya sampai di situ, Maria harus berjuang lagi dan lulus untuk meraih peringkat tiga terbaik, untuk dikirim ke Bandung, Jawa Barat.
Perbedaannya bagi laki-laki, mereka akan dikembalikan ke daerah asal. Sedangkan perempuan, mereka harus diseleksi dan dilatih di pusat, bukan dikembalikan ke daerah lagi,” kata Maria.
Setelah masuk Kowad, Maria kemudian mengikuti pendidikan dasar militer selama 5 bulan di Pusat Pendidikan Korps Wanita TNI Angkatan Darat (Pusdik Kowad) di Lembang, Jawa Barat.
“Setelah selesai di Pusdik Kowad, saya mengikuti pendidikan lanjutan atau biasa disebut pendidikan kecabangan di Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub) Kodiklat TNI AD di Cimahi, Jawa Barat selama 5 bulan di tahun 2009,” jelas Maria.
Setelah itu, Maria masuk berdinas di Batalyon Perhubungan (Yonhub) dan ikut Latihan Antar Kecabangan (Lat Ancab) tingkat Brigade atau biasa disebut dengan istilah pasukan Batalyon Tim Pertempuran (BTP). Latihan ini melibatkan 4000 prajurit siap tempur selama lima bulan di Martapura, Sumatera Selatan pada 2012 silam.
“Masuk di pasukan BTP untuk mengikuti Lat Ancab ini, merupakan pengalaman pertama saya. Sebab, latihan yang melibatkan 4000 prajurit itu, kami dari Yonhub yang dikirim hanya 4 orang Kowad, salah satunya itu saya sendiri,” ungkap Maria.
Menurut Maria, saat dirinya berada di Yonhub, di bawah kendali Direktorat Perhubungan Angkatan Darat, kegiatan fisik lebih diutamakan. Kebetulan saat itu ada pelatih luar negeri memperkenalkan olahraga lari atau dulu disebut olahraga militer lomba lari navigasi atau orienteering. Olahraga ini ditetapkan sebagai olahraga militer yang perkembanganya sudah sampai ke semua kalangan, baik sipil maupun militer.
Setelah mengenal olahraga ini pada tahun 2011, sejak itulah Maria suka mengikuti orienteering, yang merupakan salah satu cabang olahraga yang membutuhkan kemampuan dan keterampilan navigasi menggunakan peta dan kompas dalam melakukan perjalanan dari satu titik ke titik lain. Setiap peserta biasanya bawa peta yang menuntun mereka menuju garis finish.
“Dulu dalam pemikiran saya hanya lari dan latihan fisik yang keras, setelah itu sudah bisa beristirahat, ternyata salah, kita harus juga bisa baca peta dengan baik. Tapi saya tak terlalu kaget dengan olahraga ini, karena pada saat masuk Kowad, kami sudah dilatih kedisiplinan dan bertanggungjawab. Selain itu, saya juga terbiasa dididik keluarga sangat keras,” ujar Maria.
Ia pun juga pernah terpilih mewakili kesatuannya mengikuti kejuaran lomba lari jarak menengah berkisar 6 kilometer (km) dan jarak jauh berkisar 14 kilometer, yang berlangsung di Denmark pada tahun 2012.
“Kebetulan waktu itu ikut dua pertandingan sekaligus, yakni lari jarak menengah mendapat peringkat pertama dan lari jarak jauh mendapat peringkat ketiga. Sejak itu saya kembangkan bakat itu terus menerus hingga tiap tahunnya saya mengikuti kejuaraan sampai ke luar negeri,” ungkap Maria.
Menurutnya, tantangan paling berat yang dihadapinya ketika berada di Batalion Tim Tempuran, terutama menyangkut masalah kamar mandi. Sebab dalam satu devisi terdapat empat orang Kowad dari 4000 pasukan yang dipilih untuk ikut pertempuran antar kecabangan di hutan.
“Yang membuat hati saya berat adalah kamar mandinya hanya 1. Jadi tak ada yang membedakan kamar mandi laki-laki atau perempuan. Tapi teman-teman laki-laki mengerti, mereka berikan kesempatan kepada kami untuk mandi lebih awal, baik pagi maupun sore hari,” tutur Maria sambil tertawa.
Selesai pendidikan dasar dunia militer selama lima bulan Pusat Pendidikan Kowad, Maria kemudian bertugas di kecabangan dan mendapat pendidikan selama lima bulan lagi. Setelah itu Maria ditugaskan pada awal 2009 di Jakarta Pusat.
“Kurang lebih 8,5 tahun bertugas di ibu kota, ibu saya meninggal dunia tahun 2016. Sehingga otomatis adik-adik saya tak ada yang urus.
Lalu saya putuskan mengajukan pindah tugas ke Kodam XVIII Kasuari, Papua Barat.
Saya ingin lihat tiga adik saya sukses dalam pendidikannya, apalagi saat ini hanya saya yang mereka miliki,” jelas Maria.
Sebagai seseorang Kowad yang memiliki prestasi dan berasal dari keluarga sederhana di Bumi Papua, Maria mengajak anak muda Papua agar mulai membina fisik dan mentalnya dari sekarang.
Terutama, jika ingin berkarier di dunia militer yang nantinya berguna bagi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia mengatakan, untuk menjadi seorang Kowad atau prajurit TNI memang tak mudah.
Tapi kesempatan itu bisa didapatkan ketika kondisi mental dan tubuh sehat. Sehingga, sebagai anak muda Papua, harus menjauhkan diri dari seks bebas, minuman keras, penyalahgunaan narkoba, atau obat terlarang lainnya.
Sebab itu semua akan diperiksa ketika ingin bergabung di dunia militer.
“Ada hal menarik yang tak bisa saya lupakan.
Di mana ketika Kowad ada di Indonesia, sejak zaman dulu kala belum ada perempuan Papua yang menjadi ketua senat memimpin regu.
Tapi hal itu yang paling membanggakan bagi saya ketika bisa tampil menjadi ketua senat di Kowad,” jelas Maria yang kini masih meniti karier militernya di Kodam XVIII Kasuari, Papua Barat.
Maria juga berharap kepada anak-anak muda Papua, baik di Papua dan Papua Barat, untuk tidak menyerah dan putus asa mengejar cita-cita.
Generasi Papua harus berusaha keras dan berdoa dalam mengambil kesempatan yang lebih baik.
Apalagi saat ini, ada banyak kesempatan yang diberikan kepada orang asli Papua. Sehingga hal itu harus benar-benar dimanfaatkan dengan baik.
“Harus ada kemauan yang besar dari diri kita sendiri, berusaha juga untuk membina fisik dan mental.
Jangan berpangku tangan saja, karena meraih cita-cita itu, termasuk menjadi Kowad atau orang berkarier di militer dengan prestasi, itu tak mudah,” jelas Maria.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles