Selasa (17/9/2019) mungkin menjadi salah satu hari terburuk dalam hidup Dian Islamiyati (36). Bagaimana tidak, cobaan demi cobaan terus berdatangan pada dirinya dalam waktu satu hari. Bermula ketika sehari sebelumnya sewaktu IAS (16), anak Dian, memeriksa kandungannya yang berusia 24 minggu ke Puskesmas Kelurahan Rorotan. Diagnosis awal puskesamas menunjukkan bahwa bayi yang dikandung IAS dalam kondisi normal.
Namun, melihat fisik IAS yang kurus dan terindikasi anemia, dokter pun merujuknya ke Puskesmas Kecamatan Cilincing untuk cek darah. Dian beserta putrinya datang ke Puskesmas Cilincing keesokan harinya. IAS melakukan pemeriksaan darah di laboratorium puskesamas. Di sana musibah Dian dimulai, anaknya tiba-tiba mengerang karena perutnya terasa sakit. Dokter yang menangani Dian lalu berupaya membawa IAS ke ruang bersalin dengan menggunakan kursi roda. Sebelum sempat ditangani bidan, ternyata bayi laki-laki yang dikandung IAS lahir dalam kondisi prematur dan tak bernyawa.
Hal ini tentu membuat Dian dan anaknya itu syok bukan kepalang. Bidan itu kemudian membawa jenazah yang merupakan cucu pertama Dian ke ruang transit jenazah untuk melakukan observasi. “Kan kalau yang meninggal itu SOP-nya ditunggu dulu dua ham, jadi masuk di ruang transit jenazah sambil menunggu surat-surat kematiannya.
Nah ditanyain ditunggu dulu dua jam,” kata Edison Saputra, Kepala Puskesmas Kecamatan Cilincing, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/9/2019).
Namun, rasa duka yang begitu mendalam membuat Dian ingin segera menguburkan jenazah cucunya tersebut. Berbekal kain hitam, surat kematian dan sepeda motor yang dikendarai keponakannya, Dian meninggalkan puskesamas. Jalan kaki bawa jenazah cucu Perjalanan mereka awalnya berjalan tanpa ada masalah. Saat roda sepeda motor itu terus berputar, Dian terus mengucap kalimat syahadat sambil mencoba ikhlas akan musibah yang dialaminya di hari itu. Tapi ternyata musibah lain terjadi ketika Dian melintasi Jalan Akses Marunda. Sepeda motor yang ditumpangi Dian mogok karena kehabisan bahan bakar. Tak ayal peristiwa itu membuat Dian kelimpungan. Tanpa pikir panjang, sambil menggendong jenazah cucunya, Dian berjalan kaki. Di tengah jalanan yang macet, ratusan pasang mata menyaksikan Dian menggendong bayi tertutup kain hitam. Tapi jangankan menolong, menyapa saja tidak. Bertemu penolong Setelah berjalan kaki sekitar 100 meter, Dian mendengar panggilan yang seolah-olah berasal dari malaikat. Namun, setelah Dian menengok, ternyata malaikat itu menggunakan seragam abu-abu coklat. Dialah Aiptu Wayan Putu,
Kapolsubsektor KBN Marunda, bersama dua rekan yang kala itu sedang mengatur lalu lintas. Ternyata, sebelum memanggil Dian, Wayan terlebih dahulu menemui keponakannya yang sedang menuntun sepeda motornya menuju SPBU yang tak jauh dari sana. Baca juga: Nenek yang Gendong Jenazah Cucu Gunakan Uang Santunan untuk Beli Papan Penutup Kuburan “Akhirnya, karena dengan adanya anak muda yang mendorong sepeda motor, kami sebagai kepolisian merasa curiga. Anak buah kami menghentikan. Setelah kami hentikan di pos, di ditanya sama anak buah kami,” kata Wayan di Polda Metro Jaya.
Dian dan keponakannya itu kemudian dibawa mereka ke pos polisi untuk sejenak menghela napas. Dalam kesempatan itulah Wayan menanyakan mengapa Dian menggendong bayi yang tertutup kain hitam tersebut. Dian lalu menunjukkan sepucuk surat yang ternyata surat kematian si bayi. Hal itu membuat Wayan tersentak. Ia langsung menyalakan mobilnya dan menawarkan diri mengantar Dian ke rumah duka. Sambil mengangguk, Dian lalu duduk di kursi depan mobil Wayan.
Jadilah ia diantar menuju Kampung Malaka I, RT 007/RW 012 Rorotan, rumah kediaman Dian beserta keluarga kecilnya. Rp 200.000 yang senilai uang miliaran Setiba dirumah, polisi berpangkat aiptu itu memberikan uang santunan. Nominalnya memang tidak terlalu besar yakni Rp 200.000. Namun, nilainya mungkin lebih dari miliaran rupiah di mata Dian. Pasalnya, malam itu Dian sudah benar-benar kehabisan uang. Hari itu ia hanya punya Rp 100.000 dan sudah ia pakai untuk membayar biaya laboratorium dan mengisi perut anaknya. “Alhamdulillah dikasih Rp 200.000. Dengan adanya Rp 200.000, saya bisa membeli papan untuk jenazah cucu saya, tujuh papan,” ucap Dian terpisah.
Tidak Ada Pengendara yang Bantu Nenek Dian Saat Gendong Jenazah Cucunya di Cilincing Malam itu juga, selepas shalat isha, jenazah cucu laki-lakinya tersebut dikuburkan di TPU Malaka. Meski sudah dikubur, batin Dian belum terasa tenang. Ia mesti memikirkan jika sewaktu-waktu pengelola makam dan orang yang memandikan jenazah cucunya datang menagih uang. Dian hanya bisa berikhtiar mencari pinjaman ke tetangga sekitar untuk menutupi biaya tersebut. Terlepas dari hal itu, Dian tetap mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Alhamdulillah saat itu saya ditolong oleh malaikat. Malaikat itu tiga polisi yang mau menolong saya,” kata Dian.