Beritapolisi.com – Jakarta, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso menyesalkan terus terulangnya isu keberadaan bom dalam sebuah penerbangan. Agus khawatir peristiwa-peristiwa seperti ini bisa merusak citra baik keselamatan penerbangan Indonesia.
“Isu bom ini sudah sangat meresahkan karena dampaknya bukan hanya psikologis, juga dampak material yang tidak sedikit bagi maskapai dan penumpang. Dan yang lebih luas lagi, juga akan berdampak pada persepsi masyarakat internasional terhadap penerbangan Indonesia,” ucap Agus dalam keterangannya, Selasa (29/5/2018).
Ia mendukung pihak berwajib mengenakan hukuman pidana dan perdata kepada pelaku yang mengembuskan isu adanya bom. Ancaman hukuman, lanjut dia, bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, KUHP, KUHAP, maupun aturan lain seperti UU Terorisme yang sudah disahkan.
“Pasal tersebut bukan delik aduan sehingga aparat yang berwajib dari kepolisian bisa langsung menindaklanjutinya jika terjadi peristiwa terkait isu bom di penerbangan,” ucap Agus.
Ditjen Perhubungan Udara sendiri, tegas Agus, bakal memberikan efek jera agar peristiwa ini tidak terjadi lagi. Misalnya dengan melakukan ‘blacklist’ dan melarang terbang serta mendekati fasilitas penerbangan bagi orang yang pernah mengembuskan isu bom.
“Maka dari itu, kami mendukung pihak berwajib untuk memberikan efek jera berupa efek pidana kepada yang bersangkutan dan mengajak semua stakeholder dan masyarakat luas untuk menyebarluaskan berita pemberian sanksi tersebut sehingga ada efek jera di masyarakat,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, kasus isu bom terjadi pada Senin 28 Mei 2018, sekira pukul 18.10 WIB, ketika pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 687 rute Pontianak-Jayapura mengalami keterlambatan penerbangan dari Bandara Supadio, Pontianak.
Penyebabnya, ada seorang mahasiswa bernama Frantinus Nigiri yang bercanda mengatakan ada bom di dalam tasnya ketika akan diperiksa oleh pramugari. Suasana malam itu kemudian berubah menjadi gaduh.
Penumpang yang panik, nekat membuka paksa pintu darurat tanpa instruksi awak kabin demi bisa segera menyelamatkan diri. Bahkan, sejumlah penumpang menjadi korban setelah memaksakan diri melompat dari bodi pesawat.
Akibat perbuatan ini, Frantinus Nigiri terancam dijerat dengan Pasal 437 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, maksimal hukumannya delapan tahun penjara.(adhy/fajar)