Kreativitas tidak mengenal batas. Kreativitas bisa mendatangkan penghasilan yang menguntungkan. Seperti yang dilakukan A.W Widodo (43), pemborong bangunan warga Pakunden, Sukorejo Kota Blitar ini.
Melihat banyaknya pipa paralon berserakan, Wily, panggilan akrabnya, merasa sayang untuk dibuang. Paralon sisa-sisa itu dikumpulkan dan dibawa pulang. Tiba di rumah, tangan terampilnya tak bisa diam berkreasi.
Dan hasilnya, karya seni bernilai tinggi. Dari paralon yang terbuang, berubah menjadi kap lampu ukiran yang indah, asbak, tempat tidur dan berbagai pajangan lainnya.
“Itu cerita satu setengah tahun lalu, saat saya mulai berkreasi. Saya pakai sendiri, tapi setiap ada tamu kok mereka senang. Dibawa dan akhirnya muncul banyak pesanan sampai sekarang,” tuturnya ditemui di rumahnya, Bengawan Solo Regency G-2, Kamis (18/1/2018).Saat awal berkreasi, Wily mengaku hanya mampu memproduksi satu kap lampu dalam tiga hari. Namun setelah berbagai pelajaran dan pengalaman selama proses pembuatan, akhirnya Wily menemukan alat baru buatannya sendiri.
“Saya bikin mata bor khusus. Kalau dulu paralon panjang 70 cm diameter 4 dim, satu kap lampu itu prosesnya sampai tiga hari. Tapi dengan alat baru ini, dua jam sudah kelar,” katanya.
Prosesnya pun tidak terlalu rumit. Pipa paralon dibakar dengan flar bersuhu 60-75 derajat celcius. Pembakaran ini, menurut Wily, untuk memecah permukaan pipa hingga memunculkan motif atau tekstur. Bersamaan dengan pembakaran, pembentukan pipa sekaligus dilakukan dengan hati-hati agar tidak pecah.
“Saya kerjakan semuanya sendiri. Tanpa pola, hanya mengikuti hati kemana mau menggerakkan mata bor,” papar bapak dengan dua putra ini.Namun mengukir tanpa pola ini juga yang membuat Wily belum mendapat pekerja yang bisa membantunya berproduksi. Meski tanpa pekerja lain, namun Wily mampu memproduksi 12 set lampu dalam sehari.
Jika dibandingkan interior yang dijual di mall besar, harga karya Wily tergolong murah. Namun karya uniknya ini tak kalah menarik untuk dipajang di dalam rumah.
“Untuk kap lampu harganya bervariasi. Tergantung bentuk dan ukurannya, dari Rp 65 ribu sampai Rp 450 ribu. Kalau yang handycraft seperti asbak, vas, tempat tissue dari harga Rp 15 ribu sampai Rp 65 ribu,” paparnya.
Dalam satu bulan, Wily mengaku bisa meraup keuntungan bersih Rp 25 juta. Dia berharap produknya makin banyak dikenal di seluruh Indonesia. Selama ini Wily kerap diajak pameran oleh Disperindag, dinkop maupun Disparbud Pemkot Blitar. Namun untuk penjualan, dirinya masih mengandalkan broker.
“Produk saya banyak dijual di pusat oleh-oleh di Bali, Yogya dan Surabaya. Kemarin juga sempat ekspor ke Brunei dan Malaysia,” pungkasnya.
Sumber: Detik.com