Semakin jauh seseorang bepergian, maka akan semakin luas juga wawasan dan pengetahuan orang tersebut.
Mungkin itu yang mestinya dilakukan oleh orang yang memeluk paham radikal. Biar bergaulnya tidak di situ-situ saja, biar tidak menjadi dangkal dan sempit pikirannya seperti kali Ciliwung. Jadi, bisa lebih luas memaknai agama dalam keberagaman.
Ada banyak cara menikmati agama, salah satunya dengan piknik. Ya terserah, mau wisata religi, mau wisata alam atau kulineran, yang penting piknik. Buka mata, buka hati, dan pikiran selebar-lebarnya. Coba rasakan di setiap perjalanan tersebut.
Paham radikal itu paham yang sempit, apalagi kalau sampai mengarah kepada tindakan terorisme. Di luar sana banyak hal yang lebih menarik dari sekadar meributkan soal perbedaan dan ketidakadilan. Bumi ini bukan cuma dimiliki oleh kaum agama tertentu saja. Bumi ini, bumi manusia seperti judul bukunya Pramoedya Ananta Toer.
Kenapa paham radikalisme tumbuh subur di Indonesia? Karena individunya hanya punya satu perspektif saja tentang agama. Kalau bukan putih, ya hitam. Kebanyakan dari mereka tidak mampu melihat betapa berwarnanya hidup ini. Andai saja mereka mau meluangkan waktu sejenak untuk jalan-jalan ke luar sekadar mencari angin, saya yakin, mereka akan menemukan banyak hal yang lebih dari sekadar keyakinan mereka.
Masalah keyakinan adalah masalah individu dengan Tuhan, bukan masalah antarindividu. Kita harus saling menghargai dan menghormati keyakinan masing-masing. Jangan mengajak atau memaksa seseorang untuk mengikuti ajaran agama tertentu. Kalau mengajak seseorang untuk jalan-jalan atau piknik, itu baru menyenangkan, apalagi kalau transportasi dan akomodasi ditanggung.
Ada banyak manfaat positif piknik bagi kita, di antaranya seperti yang dilansir oleh situs kawaiibeautyjapan.com: piknik dapat mengendalikan emosi, merasa lebih menghargai waktu, menyegarkan pikiran, dan bisa membuat kita jadi lebih bersyukur. Oleh karena itu, seharusnya piknik bisa mencegah seseorang untuk berpikir ekstrem dan radikal.
Terkadang yang sangat disayangkan pemicu seseorang menjadi radikal adalah narasi yang mempermainkan emosi dan logika. Padahal belum tentu yang disampaikan itu benar adanya. Satu-satunya cara untuk mencegah atau melawan narasi radikalisme adalah dengan terus bertanya secara kritis demi mendapat kebenaran yang sejati.
Menurut Salman Pasaribu H, seorang peneliti dari Sinaksak Center, radikalisme ataupun terorisme tidak melulu pada masalah agama, tetapi dapat berwujud dalam berbagai dimensi. Beranggapan sebagai kelompok mayoritas, atau suku mayoritas di suatu daerah, juga merupakan bibit radikalisme.
Kelompok mayoritas ini tidak pernah bisa menempatkan dirinya sebagai kelompok minoritas. Hal ini bisa saja dilakukan bila mereka mencoba untuk pergi ke luar, ke suatu daerah di mana mereka bisa saja menjadi kaum minoritas. Lalu, di sana mereka juga bisa saja melihat betapa yang mereka lakukan selama ini adalah sebuah kekeliruan. Sekali lagi, itulah manfaat yang bisa kita dapat dari piknik.
Hanya dengan pelesiranlah kita bisa menjawab segala pertanyaan tentang kehidupan. Jalan-jalan bukan hanya untuk mencari kesenangan, tetapi juga mencari jawaban dari segala pertanyaan yang selalu melayang-layang di relung pikiran. Anggap saja sedang studi banding ke tempat wisata yang akan dituju, maka di situ mata akan terbelalak melihat betapa indahnya keberagaman.
Memang travelling tidak mutlak menjadi satu-satunya cara untuk mengalihkan pemahaman yang tadinya radikal menjadi toleran. Ini hanyalah salah satu cara untuk terhindar dari influence buruk dari memaknai sebuah paham radikal. Tentu saja, sebelumnya kita sudah harus bisa membentengi diri dengan pengetahuan yang dalam tentang agama itu sendiri.
Karena tidak ada satu agama pun yang mengajarkan tentang anarkis dan kekerasan. Hanya saja, segelintir individu yang kurang piknik salah dalam menafsirkan ajaran agama. Sehingga dapat dengan mudah untuk melegitimasi suatu hal yang mereka anggap benar, padahal belum tentu benar.
Agama itu bukan sesuatu yang harus dipaksakan. Agama adalah hak individu yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun. Maka dari itu, biarkanlah keyakinan dalam beragama itu datang secara organik. Dan bagi saya, itu hanya bisa didapat dengan cara bertualang ke tempat-tempat yang indah nan eksotis di luar sana.
Kadang Tuhan suka bersembunyi di balik barisan gunung-gunung yang menjulang tinggi. Namun, sering juga Ia menampakkan wujud-Nya di antara buih-buih ombak yang bergulung di tepian pantai.
Ya ,paling tidak ketika piknik, jika tidak dapat pengalaman spiritualnya, kita bisa dapat bahagianya. Itu jauh lebih baik daripada meneror atau meresahkan orang lain, yang sama sekali tidak ada faedahnya.
Jika mereka mengaku pernah piknik, maka percayalah, pasti mereka pikniknya kurang jauh.