6.7 C
New York
Friday, March 29, 2024

Buy now

spot_img

Sejak 2017, Banyak Media Yang Bermunculan Andalkan ‘Jurnalisme Anarkis’

Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar menilai banyak media tidak bermutu yang bermunculan sejak 2017. Kemunculan media itu dinilai akan mengancam kebebasan pers.

Ahmad menyebut media tidak bermutu dan wartawan tak profesional tersebut dengan istilah ‘Jurnalisme Anarkis’.

‘Jurnalisme Anarkis’ dinilai mengancam kebebasan pers karena, baik wartawan maupun medianya, hanya berpihak kepada kepentingan politik tertentu, bukan pada kepentingan publik.

Wartawannya pun kerap tidak menerapkan aturan kode etik jurnalistik dalam melakukan kegiatan peliputan.

“Anarkis karena mereka tidak ada aturan, bahkan menentang aturan yang telah dilakukan Dewan Pers, seperti pendataan media,” kata Ahmad di gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat akhir pekan ini.

Selain tidak menerapkan kode etik jurnalistik, media tersebut biasanya tidak lolos verifikasi oleh Dewan Pers. Bahkan media itu tidak mampu membayarkan gaji wartawannya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.

“Media tersebut biasanya tidak lolos verifikasi, tidak mampu menggaji wartawannya 13 kali gaji selama setahun, dan sesuai standarnya minimal UMP,” ujar Ahmad.

Menurut Ahmad, munculnya media abal-abal dan penyalahgunaan profesi wartawan akan berdampak pada tingkat kepercayaan publik terhadap media dan sejumlah pemberitaan.

“Akhirnya masyarakat tidak percaya. Ini yang justru membahayakan kondisi kebebasan pers sendiri, padahal nilainya sangat mahal,” ujar Ahmad.

Ahmad menyebut setidaknya ada 43 ribu media online di Indonesia pada 2017. Dari 43 ribu itu, baru 40 perusahaan media online yang terverifikasi di Dewan Pers.

“Yang tercatat ada 950 perusahaan pers terverifikasi, sedangkan yang lolos verifikasi dan faktual baru 171 perusahaan pers,” ungkapnya.

Adapun 171 perusahaan pers itu terdiri dari 101 media cetak, 22 media televisi, 8 media radio, dan 40 media online.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Yosep Prasetyo mengatakan pihaknya sudah menerima 400 aduan pelanggaran kode etik jurnalistik sepanjang 2017.

Pelanggaran itu dilakukan oleh sejumlah media dan wartawan. Jumlah tersebut menurun dibanding tahun sebelumnya, sebanyak 650 aduan.

“Ini aduan terbanyak bila dibandingkan negara lain. Di Finlandia saja hanya ada 3 atau 4 saja. Kami akan meminta ke Kominfo untuk memperkuat kesekretariatan kami sehingga membantu penanganan aduan masyarakat,” ujar Yosep.

Sumber: BatamToday

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles